Lifestyle

Hasil Riset: Isu Pekerja Rumah Tangga Belum Menjadi Agenda Penting di Media

Riset ini dilakukan terhadap pemberitaan 10 media online teratas versi Alexa.com selama kurun waktu Januari-Maret 2021.

Rima Sekarani Imamun Nissa

Ilustrasi Pekerjaan Rumah Tangga (Pexels/Karolina)
Ilustrasi Pekerjaan Rumah Tangga (Pexels/Karolina)

Dewiku.com - Konde.co didukung Komnas Perempuan merilis riset tentang bagaimana media menuliskan pemberitaan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Riset ini dilakukan terhadap 10 media online teratas versi Alexa.com serta pemberitaan media tersebut selama kurun waktu Januari hingga Maret 2021.

Media memiliki peran besar dalam menentukan apa yang akan diperbincangkan publik. Untuk itu, riset ini menelusuri apa yang dituliskan media tentang isu RUU PPRT. Riset ini bertujuan memetakan bagaimana media menuliskan berita RUU PPRT, memberikan gambaran tren pemberitaan media tentang RUU PPRT serta mengetahui apakah media memberikan peluang untuk pembentukan opini publik tentang isu pengesahan RUU PPRT.

"Riset ini berangkat dari kegelisahan kami atas mangkraknya pembahasan RUU PPRT di Indonesia. Sudah selama 17 tahun diperjuangkan oleh teman-teman PRT, keluar masuk daftar prolegnas, dan sampai saat ini belum juga ada titik terang. Kondisi ini seperti bad seventeen, bukan sweet seventeen untuk PRT," ungkap Tika Adriana, selaku ketua peneliti, Kamis (8/4/2021).

Riset ini menggunakan model analisis framing Entman yang mengupas definisi terhadap masalah (define problem), interpretasi sebab akibat (causal interpretation), evaluasi moral (moral evaluation) dan tawaran penyelesaian (treatment recommendation) yang ditampilkan dalam teks berita pada 10 media online di Indonesia yakni: Okezone.com, Tribunnews.com, Kompas.com, Detik.com, Grid.id, Sindonews.com, Suara.com, Liputan6.com, Merdeka.com, dan Kumparan.com.

Ilustrasi mesin cuci. (Unsplash/Rawpixel)
Ilustrasi pekerja rumah tangga. (Unsplash/Rawpixel)

"Sebagai salah satu pilar demokrasi, media menjadi harapan dan punya peluang besar untuk memantik ruang diskusi, membentuk opini publik terkait pentingnya pengesahan RUU PPRT, dan yang terpenting, memberi medium bersuara kepada kelompok minoritas seperti PRT untuk menyuarakan aspirasinya agar diketahui publik secara luas. Namun, sayangnya riset ini menemukan kalau pemberitaan isu RUU PPRT di media masih normatif, juga tidak intensif dan komprehensif," tutur Tika menambahkan.

Secara umum, berikut daftar temuan riset:

  1. Pemberitaan RUU PPRT di media masih minim. Data menunjukkan, jumlah berita yang diterbitkan adalah sebagai berikut: Kompas.com menempati jumlah penerbitan tertinggi (6 berita), Liputan6.com (3 berita), kemudian diikuti Tribunnews.com (1 berita), Detik.com (1 berita), Suara.com (1 berita), Sindonews (1 berita), Merdeka.com (1 berita), Okezone.com (1 berita), Kumparan.com dan Grid.id (tidak ada berita).
  2. Minimnya jumlah berita ini tak sebanding dengan acara yang diselenggarakan organisasi masyarakat terkait PRT yang jumlahnya sebanyak 9 acara untuk mendorong disahkannya RUU PPRT. Peringatan hari PRT Nasional yang jatuh pada tanggal 15 Februari 2021 juga tidak membuat media tertarik untuk menuliskannya.
  3. Dalam teks berita dihasilkan, media telah menuliskan teks tentang definisi masalah (define problem), interpretasi sebab akibat (causal interpretation), evaluasi moral (moral evaluation) dan tawaran penyelesaian (treatment recommendation) tentang RUU PPRT, walaupun teks ini belum memberikan rekomendasi penanggulangan masalah.
  4. Beberapa berita dituliskan dengan narasumber berbeda, tetapi dalam satu acara yang sama.
  5. Narasumber dalam berita RUU PPRT rata-rata adalah dari DPR RI, aktivis dan Komnas Perempuan, tetapi hanya sekali menampilkan narasumber perwakilan Pekerja Rumah Tangga (PRT).
  6. Terdapat replikasi/pengulangan berita dari sesama media dalam induk perusahaan yang sama. Ini menunjukkan adanya problem pengolahan isu di media.

Temuan riset ini menyimpulkan bahwa pemberitaan isu PPRT masih sangat minim. Ini menunjukkan bahwa isu RUU PPRT belum menjadi agenda yang penting di media massa. Di samping itu, DPR sebagai subjek persoalan malah mendapatkan ruang pemberitaan yang lebih besar dibandingkan para pekerja rumah tangga yang terdampak langsung RUU PPRT.

"Media belum memberi peluang besar bagi publik untuk membicarakan dan ikut menganggap penting isu PPRT ini. Dari riset ini, kita mendorong media untuk menjadikan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga menjadi agenda penting di redaksi. DPR pun harus bersikap transparan dalam mempertanggungjawabkan proses legislasi RUU PPRT sehingga media lebih mudah mengakses dan memublikasikannya," ujar Tika.

Berita Terkait

Berita Terkini