Lifestyle
Semakin Banyak Korban Berani Lapor, Masalah Ekonomi Jadi Penyebab Utama KDRT
Masyarakat semakin sadar pentingnya melaporkan kasus kekerasan dalam rumah (KDRT).
Rima Sekarani Imamun Nissa

Dewiku.com - Sepanjang tahun 2023, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih mendominasi laporan kasus yang diterima Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) RI. Korban pun masih didominasi kalangan perempuan.
Laporan itu terkumpul lewat layanan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) di seluruh Indonesia juga yang masuk dalam call center Sapa 129.
Baca Juga
Mau Nongkrong Cantik sambil Jajan Croissant Enak? Berburu Promo di Cafe-Bakery Ini yuk!
Jenama Lokal Ini Bikin Bangga, Pamerkan Koleksi di B2B Showroom BRICS+ Fashion Summit
Strict Parents Bikin Kesal? Ini 7 Cara Menghadapinya Tanpa Berantem
Macet Sih, Tapi Ini 5 Alasan Kawasan Puncak Tetap jadi Destinasi Wisata Populer Liburan Akhir Tahun
Menakar Kecocokan Pasangan Cancer-Gemini seperti Egy Maulana Vikri dan Adiba Khanza
"Memang kasus terbesar 73 persen adalah, kalau untuk perempuan, kasusnya KDRT dengan jenis kekerasannya fisik. Kalau anak adalah kekerasan seksual. Hanya jumlahnya, karena updating terus, tapi kalau melihat dari jumlahnya, masih KDRT (terbanyak)," ujar Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Ratna Susianawati, dikutip dari Suara.com.
KDRT terjadi pada segala usia, mulai dari pengantin baru hingga pasangan suami istri yang sudah lama menikah. Penyebab utama dari tindakan kekerasan yang dilakukan pelaku kebanyakan adala masalah ekonomi.
"KDRT itu terjadi karena faktor ekonomi yang dominan. Ketidaksiapan pasangan untuk menikah. Itu sering kali masih jadi tantangan sehingga persoalan ekonomi sering jadi alasan utama terjadi KDRT," tutur Ratna.
Jumlah laporan kasus KDRT meningkat dibanding tahun sebelumnya. Walau begitu, Ratna melihatnya sebagai salah satu pertanda positif.
Menurutnya, hal terjadi bisa menjadi indikator positif di mana masyarakat mulai sadar dan semakin peduli bahwa kasus kekerasan bisa dilaporkan.
"Kita tidak melihat, kalau kasus banyak kemudian dilaporkan ini adalah tren peningkatan. Tidak. Justru ini ada upaya yang positif, yang baik dari masyarakat bahwa kesadaran mereka untuk melaporkan kasus KDRT ini," ujarnya.
Ratna mengaku bahwa tantangan dalam menangani kasus KDRT adalah korban yang enggan atau tidak berani melaporkan kekerasan yang dialami. Pasalnya, masih ada anggapan bahwa KDRT adalah aib keluarga yang sebaiknya jangan sampai orang lain tahun.
Namun, lanjut Ratna, kini masyarakat sudah semakin memahami bahwa KDRT bukan masalah domestik. Mereka semakin memahami bahwa korban berhak dan bisa mendapatkan perlindungan yang semestinya.
"Itu membuka kesadaran kepada mereka untuk mulai berani bicara. Selanjutnya ini jadi kisah inspiratif untuk mendorong korban-korban lain untuk berani," tandas Ratna.