Ragam
Bukan Cinta, Tapi Luka: Mengenali Tanda-Tanda Emotional Abuse dalam Hubungan
Emotional abuse ini berbeda dari kekerasan fisik yang terlihat jelas melalui luka atau memar.
Risna Halidi

Dewiku.com - Tidak semua luka terlihat, dan tidak semua kekerasan meninggalkan bekas fisik.
Emotional abuse adalah ancaman senyap yang menyerang diri dari dalam yang membuat korban meragukan dirinya sendiri, kehilangan kebahagiaan, dan terperangkap dalam ketidakberdayaan.
Baca Juga
Dampak PPN 12% bagi Perempuan: dari Dompet Tipis Hingga Akses Kesehatan Terancam
Tobrut dan Aura Maghrib: Lelucon atau Bentuk Baru Diskriminasi?
Bye Hustle Culture, Hello Soft Life: Mengapa Hidup Tanpa Tekanan Jadi Tujuan Baru?
4 Cara Menikmati Bonus Tahunan ala Gen Z: Self Reward Nomor Satu?
Mitos vs Fakta: Bolehkah Olahraga saat Haid?
Identik dengan Liburan, 9 Parfum Aroma Fruity Floral Ini Cocok Kamu Bawa Traveling

Menurut Merriam-Webster Dictionary, abusive merujuk pada tindakan yang melibatkan kekerasan fisik, verbal, atau emosional, serta perlakuan kasar atau penghinaan yang dapat melukai seseorang baik secara fisik maupun psikologis.
Hubungan yang sehat seharusnya didasarkan pada kepercayaan, dukungan, dan rasa saling menghormati. Tanpa elemen-elemen ini, sulit bagi sebuah hubungan untuk bertahan lama.
Namun, tidak semua kisah cinta berakhir bahagia seperti di novel atau film. Banyak pasangan yang akhirnya memilih untuk berpisah, dengan berbagai alasan.
Salah satu alasan yang sering muncul adalah adanya kekerasan, baik fisik (physical abuse) maupun emosional (emotional abuse), yang berlangsung dalam waktu lama.
Emotional abuse ini berbeda dari kekerasan fisik yang terlihat jelas melalui luka atau memar. Kekerasan emosional menyerang mental korban dan sering kali tanpa disadari oleh korban sendiri.
Hal ini di akibatkan oleh manipulasi yang memengaruhi cara pandang mereka terhadap situasi yang dialami.
Dilansir dari Psychology Today, emotional abuse merupakan pola perilaku di mana pelaku menanamkan rasa takut pada korban melalui penghinaan atau upaya mempermalukan, dengan tujuan mengontrol mereka.
Dampak kekerasan ini mencakup berkurangnya rasa percaya diri, kecemasan, kesulitan berkonsentrasi, hingga menarik diri dari kehidupan sosial.
Mengapa Emotional Abuse Sering Tidak Disadari?
Budaya patriarki yang masih kuat mengakar di masyarakat, menciptakan dinamika kekuasaan yang sering kali mendukung perilaku adanya kekerasan emosional terhadap perempuan.
Sikap dominasi yang saat ini dianggap wajar dapat membuat pelaku merasa memiliki hak untuk mengontrol dan merendahkan pasangan mereka.
Tak hanya itu, adanya stereotip gender yang menggambarkan perempuan sebagai lebih lemah dan emosional juga memperparah situasi ini.
Banyak korban yang tidak menyadari bahwa mereka berada dalam hubungan yang penuh kekerasan emosional. Kalaupun sadar, beberapa tetap bertahan karena berbagai alasan.
Berikut adalah faktor-faktor yang membuat korban sulit mengenali atau meninggalkan hubungan yang abusive:
1. Gaslighting atau Manipulasi Realitas
Pelaku sering kali memanipulasi situasi dengan membuat korban meragukan persepsi mereka sendiri. Taktik ini membuat korban bingung dan kehilangan kepercayaan diri terhadap penilaian mereka.
2. Rasa Bersalah yang Dimanipulasi
Rasa bersalah yang dirasakan oleh korban di sebabakan oleh pelaku yang kerap memutarbalikkan fakta, membuat korban merasa bersalah atas masalah dalam hubungan. Korban sering berpikir bahwa mereka harus berusaha lebih keras agar hubungan berjalan baik.
3. Siklus Kekerasan yang Berulang
Emotional abuse ini biasanya berlangsung dalam sebuah siklus, yang mana fase kekerasan ini diikuti oleh fase ‘harapan’ berupa penyesalan dan janji untuk berubah. Hal ini memberi harapan palsu kepada korban bahwa situasi akan membaik.
4. Ketergantungan Emosional
Keterikatan emosional yang mendalam dengan pelaku membuat korban sulit melepaskan diri, meskipun mereka menyadari adanya kekerasan dalam hubungan.
5. Kurangnya Pemahaman tentang Emotional Abuse
Dibandingkan dengan kekerasan fisik, kekerasan emosional ini cenderung kurang dipahami. Banyak korban yang tidak mengenali perilaku abusive karena tidak terlihat seperti tindakan kekerasan fisik.
Terjebak dalam hubungan yang penuh dengan emotional abuse dapat merusak kesehatan emosional lho. Komunikasi yang sehat sangat diperlukan untuk mencegah kekerasan emosional ini.
Selain itu, pelajari pola bicara pasangan yang berpotensi manipulatif, dan pastikan setiap permintaan pasangan tidak mengorbankan kesejahteraan pribadi.
Jika pasangan terus menunjukkan perilaku abusive, mengakhiri hubungan adalah pilihan terbaik. Prioritaskan kesehatan emosional daripada mempertahankan hubungan yang tidak sehat, karena kebahagiaan lebih berharga daripada rasa cinta yang menyakitkan.
Penulis: Ratu Humaira Nugraha