Ragam

Stigma atau Realita: Perempuan Enggan Bersama Laki-laki yang Tengah Berproses?

Pada kenyataannya, banyak perempuan bersedia menemani pasangannya melewati fase sulit, asalkan ada kejelasan dalam perjuangan tersebut.

Vania Rossa

Ilustrasi pasangan (Freepik)
Ilustrasi pasangan (Freepik)

Dewiku.com - Dalam berbagai diskusi tentang hubungan, sering muncul anggapan bahwa perempuan enggan menjalin hubungan dengan laki-laki yang masih dalam tahap berproses—baik dari segi finansial, karier, maupun kehidupan pribadi. 

Stigma ini menggambarkan perempuan seolah-olah hanya ingin menikmati hasil tanpa mau mendampingi perjuangan pasangannya. Namun, apakah anggapan ini benar adanya? Ataukah ini hanya narasi yang berkembang tanpa dasar yang kuat?

Pada kenyataannya, banyak perempuan bersedia menemani pasangannya melewati fase sulit, asalkan ada kejelasan dalam perjuangan tersebut. Yang sering menjadi persoalan bukanlah “proses” itu sendiri, melainkan apakah laki-laki tersebut memiliki arah yang jelas dalam hidupnya.

Perempuan umumnya menginginkan stabilitas dan kepastian, bukan semata-mata soal harta, tetapi juga tentang visi dan usaha nyata dari pasangannya. Seorang laki-laki yang masih dalam tahap membangun masa depan tetapi memiliki tekad kuat, perencanaan matang, dan kerja keras tetap bisa mendapatkan dukungan dari pasangannya.

Sebaliknya, jika seorang laki-laki hanya mengandalkan alasan "sedang berproses" tanpa langkah konkret, tanpa target yang jelas, atau bahkan menjadikan fase perjuangan sebagai dalih untuk tidak bertanggung jawab, maka wajar jika perempuan merasa ragu untuk bertahan.

Temuan ini sejalan dengan penelitian dari Cornell University yang menganalisis data dari situs kencan daring dengan 44.255 pengguna. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perempuan cenderung memilih pria yang lebih tinggi, lebih tua, memiliki pendidikan lebih tinggi, dan berpenghasilan lebih besar dibandingkan diri mereka sendiri.

Fakta ini memperkuat asumsi bahwa perempuan mencari stabilitas dalam hubungan, termasuk stabilitas finansial dan kemapanan hidup. Namun, hal ini bukan berarti perempuan tidak mau berjuang bersama, melainkan mereka lebih cenderung mencari pasangan yang memiliki visi jelas tentang masa depan dan mampu menunjukkan progres yang nyata.

Ekspektasi Sosial dan Tekanan terhadap Laki-Laki

Stigma ini juga dipengaruhi oleh ekspektasi sosial terhadap laki-laki. Masyarakat sering kali menuntut laki-laki untuk menjadi pencari nafkah utama, sehingga ada tekanan besar bagi mereka untuk mencapai kesuksesan sebelum menikah.

Banyak laki-laki merasa harus mapan sebelum berkomitmen dalam hubungan. Ketika ada perempuan yang memilih pasangan yang lebih stabil secara finansial, hal ini kerap dianggap sebagai bukti bahwa semua perempuan hanya menginginkan kenyamanan tanpa mau berjuang bersama. Padahal, realitasnya lebih kompleks dari itu.

Penelitian Cornell University juga menunjukkan bahwa laki-laki lebih cenderung memilih pasangan yang lebih muda, lebih pendek, serta memiliki pendidikan dan penghasilan lebih rendah dibandingkan mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa laki-laki secara sosial dan budaya merasa harus menjadi pihak yang lebih unggul dalam aspek-aspek tertentu, termasuk finansial.

Dengan kata lain, tekanan sosial terhadap laki-laki untuk mencapai kesuksesan lebih dulu bisa membuat mereka merasa tidak percaya diri dalam menjalin hubungan sebelum mencapai titik kemapanan tertentu.

Hubungan Bukan Hanya Tentang Materi, Tetapi Juga Mentalitas

Pada akhirnya, stigma bahwa perempuan enggan bersama laki-laki yang tengah berproses perlu dilihat dari berbagai sudut pandang. Hubungan yang sehat bukan hanya soal kesiapan finansial, tetapi juga kesiapan mental, komunikasi yang baik, serta kemauan untuk bertumbuh bersama.

Bukan perempuan yang enggan menemani laki-laki berproses, tetapi lebih kepada kesiapan laki-laki dalam menjalani proses itu sendiri. Apakah ia memiliki visi yang jelas? Apakah ia menunjukkan usaha nyata? Apakah ia bertanggung jawab atas dirinya sendiri?

Hasil penelitian dari Cornell University yang menunjukkan bahwa perempuan lebih memilih pasangan yang lebih stabil secara finansial bukan berarti mereka hanya tertarik pada uang. Studi ini justru menyoroti bahwa faktor kestabilan dan keamanan masih menjadi pertimbangan utama dalam membangun hubungan.

Karena pada akhirnya, hubungan bukan sekadar tentang siapa yang sudah mapan atau belum, tetapi tentang bagaimana dua orang bisa saling mendukung dan bertumbuh bersama dalam perjalanan hidup mereka.

(Humaira Ratu)

Berita Terkait

Berita Terkini