Ragam

Terjebak di Zona Nyaman? Learn to Unlearn Jadi Kunci Selamat di Era Digital

Learn to unlearn adalah kemampuan untuk secara sadar melepaskan pola pikir lama, kebiasaan kerja yang sudah ketinggalan zaman, atau bahkan keterampilan yang tidak lagi relevan.

Vania Rossa

Wanita karier di era digital. (Ilustrasi/Dewiku.com)
Wanita karier di era digital. (Ilustrasi/Dewiku.com)

Dewiku.com - Bayangkan Anda baru saja menguasai sebuah software canggih yang menjadi andalan di tempat kerja. Namun, belum genap setahun, muncul software baru yang jauh lebih efisien dan inovatif. Panik? Tapi itulah realitas yang dihadapi banyak pekerja di era digital ini. Perubahan terjadi begitu cepat sehingga kita seringkali merasa tertinggal.

Untuk mengatasi tantangan ini, konsep "learn to unlearn" menjadi semakin penting.

Apa Itu Learn to Unlearn?

Learn to unlearn adalah kemampuan untuk secara sadar melepaskan pola pikir lama, kebiasaan kerja yang sudah ketinggalan zaman, atau bahkan keterampilan yang tidak lagi relevan.

Proses ini melibatkan penggantian elemen-elemen tersebut dengan pengetahuan dan kemampuan baru yang lebih sesuai dengan tuntutan zaman.

Bimo Kusumo Yudo, seorang voice talent dan content creator ternama, menekankan bahwa dunia kerja saat ini membutuhkan individu yang tidak hanya cepat belajar, tetapi juga lincah dalam beradaptasi dengan perubahan.

Dalam industri kreatif, khususnya dunia voice-over, kemampuan untuk memahami brief dengan cepat dan memberikan "nyawa" pada teks menjadi pembeda utama.

"Yang laku di industri adalah voice talent yang cepat menerima brief, dan tepat menggunakan tajuk voice over. Karena sejatinya, voice over itu bukan membacakan tulisan sesuai pesanan, tapi memberikan nyawa ke dalam tulisan," ungkap Bimo.

Tantangan Perubahan Teknologi

Perubahan teknologi yang eksponensial, terutama dengan hadirnya kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi, menghadirkan tantangan besar bagi para pekerja. Karyawan yang berpegang teguh pada metode lama berisiko tertinggal jauh dari mereka yang proaktif beradaptasi.

 "Kita harus berteman dengan AI," tegas Bimo, menyiratkan bahwa resistensi terhadap perkembangan teknologi akan menjadi penghalang utama dalam bersaing.

Fleksibilitas dan Adaptasi: Kunci Keunggulan

Dunia kerja yang semakin kompetitif menuntut individu yang fleksibel dan memiliki kemampuan untuk terus berkembang.

Perusahaan kini mencari kandidat yang tidak hanya unggul dalam hard skill, tetapi juga memiliki soft skill mumpuni seperti kemampuan beradaptasi dan berpikir kritis

Anastasia Satriyo, seorang psikolog anak, juga menyoroti pentingnya fleksibilitas dalam dunia parenting dan pendidikan.

Pendekatan pengasuhan modern menekankan pemahaman alasan di balik suatu tindakan, bukan sekadar mengajarkan aturan. Hal ini bertujuan untuk membentuk anak-anak yang mandiri dan memiliki pola pikir kritis.

 "Dulu kita hanya tahu dilarang tanpa tahu alasannya. Sekarang kita harus mengajarkan anak-anak untuk berpikir kritis, memahami alasan di balik suatu tindakan," jelas Anastasia.

Prinsip yang sama berlaku dalam dunia kerja. Jangan terpaku pada anggapan bahwa cara lama selalu lebih baik. Dunia terus berubah, dan pendekatan yang berhasil di masa lalu belum tentu relevan saat ini.

Berani Gagal, Berani Berkembang

Meninggalkan kebiasaan lama dan mencoba hal baru memang tidak selalu mudah. Namun, kegagalan adalah bagian tak terpisahkan dari proses belajar. Semakin sering kita mencoba, semakin cepat kita berkembang.

"Banyak orang takut gagal, padahal dari kegagalan itu kita bisa belajar," kata Ana.

Ana mengatakan, di era disrupsi ini, kesuksesan bukan hanya milik mereka yang cerdas, tetapi juga mereka yang fleksibel dalam belajar dan beradaptasi.

Learn to unlearn adalah keterampilan esensial yang akan membantu individu tetap relevan dan kompetitif di dunia kerja.

Dengan terus membuka diri terhadap perubahan dan berani meninggalkan pola pikir lama, kita dapat menghadapi masa depan dengan lebih percaya diri dan siap untuk meraih kesuksesan.

(Nurul Lutfia)

Berita Terkait

Berita Terkini