Ragam

Wifey Material: Ketika Perempuan Dituntut Jadi 'Istri Idaman'

Meskipun terdengar positif, istilah wifey material sebenarnya bisa menjadi beban bagi perempuan. Kenapa?

Vania Rossa

Ilustrasi wifey material. (Pexels/Elias de Carvalh)
Ilustrasi wifey material. (Pexels/Elias de Carvalh)

Dewiku.com - Istilah "wifey material" belakangan ini sering kita dengar di media sosial. Istilah ini merujuk pada perempuan yang dianggap memiliki kualitas ideal untuk dijadikan istri. Namun, di balik istilah ini, tercipta stereotip baru yang meresahkan.

Apa Itu Wifey Material?

Secara umum, wifey material merujuk pada perempuan yang dianggap memiliki sifat-sifat seperti pandai memasak dan mengurus rumah tangga, penyayang dan perhatian terhadap pasangan, hingga mampu menjadi seorang ibu yang baik.

Sifat-sifat ini seringkali diasosiasikan dengan peran tradisional perempuan sebagai istri dan ibu.

Lalu, benarkah wifey material itu ideal?

Meskipun terdengar positif, istilah wifey material sebenarnya bisa menjadi beban bagi perempuan. Istilah ini seolah-olah menciptakan standar ideal yang harus dipenuhi oleh perempuan agar dianggap layak untuk dinikahi. Akibatnya, perempuan merasa tertekan untuk menjadi sempurna dan memenuhi ekspektasi orang lain.

Tak Selalu Memiliki Konotasi Positif

Meskipun banyak yang menganggap istilah ini sebagai bentuk pujian, beberapa orang berpendapat bahwa penggunaannya dapat memberikan tekanan sosial bagi perempuan. 

Istilah wifey material yang kerap diasosiasikan dengan peran istri seperti mengurus rumah, memasak, dan mendukung pasangan, terdengar seperti tidak mempertimbangkan kebebasan atau ambisi individu.

Lebih dari itu, istilah ininjuga dianggap menetapkan standar tidak realistis dalam hubungan. Pasalnya, tidak semua perempuan sesuai dengan definisi wifey material yang beredar di masyarakat. Banyak yang lebih memilih untuk mandiri, mengejar karier, atau menjalani gaya hidup yang berbeda dari ekspektasi umum.

“Daripada mencari seseorang yang memenuhi daftar kriteria tertentu sebagai wifey material, lebih baik berfokus pada bagaimana pasangan dapat saling melengkapi dan menciptakan hubungan yang sehat.” ujar Dr. Amanda Lewis, seorang Psikolog.

Jika istilah ini digunakan untuk menghargai seseorang tanpa mengharuskan mereka memenuhi standar tertentu, maka bisa memiliki makna positif. 

Namun, jika dipakai untuk menempatkan perempuan dalam peran yang sempit dan terbatas, maka hal ini perlu diwaspadai.

Sejatinya, dalam hubungan yang sehat, tidak ada standar ideal yang harus dipenuhi. Pasangan saling menerima apa adanya dan bersama-sama membangun hubungan yang bahagia.

(Imelda Rosalina)

Berita Terkait

Berita Terkini