Ragam
Keseimbangan Semu, Bisakah Perempuan Sukses di Karier dan Keluarga?
Konsep "keseimbangan" seringkali diartikan sebagai pembagian waktu dan perhatian yang sama rata antara karier dan keluarga.
Vania Rossa

Dewiku.com - Perdebatan tentang keseimbangan antara karier dan keluarga bagi perempuan telah berlangsung lama. Di satu sisi, ada tuntutan untuk mencapai kesuksesan dalam karier, sementara di sisi lain, ada harapan untuk menjadi ibu dan istri yang baik.
Pertanyaannya, bisakah perempuan benar-benar mencapai keseimbangan ini?
Mitos Keseimbangan Sempurna
Baca Juga
Fenomena Girl Boss: Glamor di Luar, Rapuh di Dalam?
Self Development Kian Diminati, Jalan Ninja Menjadi Versi Terbaik Diri Sendiri
Afirmasi Positif: Kunci Percaya Diri Menjalani Peran Sebagai Ibu Muda
Antara Tradisi dan Kontroversi, Ada Konsekuensi Kesehatan di Balik Praktik Sunat Perempuan
Overparenting, Jebakan Pola Asuh Orang Tua Zaman Now: Bisa Hambat Kemandirian Anak?
Sextortion dan Sexploitation: Ketika Privasi Jadi Senjata Pemerasan di Era Digital
Konsep "keseimbangan" seringkali diartikan sebagai pembagian waktu dan perhatian yang sama rata antara karier dan keluarga.
Namun, kenyataannya, keseimbangan sempurna mungkin hanya mitos. Kehidupan seringkali tidak terduga, dan tuntutan pekerjaan serta keluarga dapat berubah-ubah.
Untuk mencapai keseimbangan antara karier dan keluarga, perempuan menghadapi berbagai tantangan, seperti peran ganda sebagai pekerja dan pengurus rumah tangga, stigma sosial, hingga kurangnya dukungan yang memadai dari pasangan, keluarga, atau tempat kerja.
Fakta menarik diungkap The Guardian, yang menulis bahwa perempuan di Inggris masih menghabiskan lebih banyak waktu untuk pekerjaan domestik dibanding laki-laki, meskipun mereka sama-sama bekerja.
Dr. Claudia Goldin, ekonom Harvard, menyoroti bahwa hambatan utama perempuan bukan hanya diskriminasi di tempat kerja, tetapi juga tekanan sosial yang mengharuskan mereka tetap menjadi pilar utama dalam keluarga.
“Perempuan masih dibebani dengan tanggung jawab ganda yang tidak sebanding dengan rekan laki-laki mereka,” ujarnya.
Tekanan yang Berujung Burnout
Tekanan untuk sempurna di dua bidang seringkali berujung pada stres dan kelelahan mental. Sebuah studi dari American Psychological Association menemukan bahwa perempuan yang merasa harus berhasil di karier dan keluarga lebih rentan terhadap kecemasan dan burnout.
Hal ini diperparah dengan standar ganda di tempat kerja. Banyak perempuan yang mengambil cuti melahirkan atau mengurangi jam kerja demi keluarga dianggap kurang berdedikasi. Sementara, laki-laki yang melakukan hal serupa justru mendapat pujian.
Menurut Dr. Sheryl Sandberg, mantan COO Meta dan penulis Lean In, mengatakan bahwa tekanan ini menciptakan beban psikologis berat.
“Kita perlu mengubah narasi bahwa perempuan harus melakukan semuanya, karena tidak ada yang bisa menjalankan dua peran penuh waktu tanpa konsekuensi,” katanya.
Saatnya Mencari Keseimbangan yang Realistis
Alih-alih mencari keseimbangan yang sempurna, perempuan dapat mencari keseimbangan yang realistis dan berkelanjutan. Beberapa negara seperti Swedia dan Islandia, misalnya, sudah mulai menerapkan kebijakan cuti orang tua yang lebih adil antara ibu dan ayah.
Fleksibilitas kerja juga semakin banyak diterapkan agar keseimbangan hidup lebih mudah dijangkau.
Selain itu, saat ini mulai banyak perusahaan yang menerapkan fleksibilitas kerja ini untuk mendukung keseimbangan antara karir dan kehidupan pribadi.
Dr. Naila Kabeer, profesor di London School of Economics, menekankan bahwa perempuan harus memiliki kebebasan untuk memilih tanpa tekanan sosial.
“Kesuksesan tidak bisa didefinisikan dengan standar tunggal. Perempuan harus diberi kesempatan untuk menentukan apa yang terbaik bagi mereka tanpa dihakimi,” ujarnya.
Stigma bahwa perempuan harus sukses di karier dan keluarga sekaligus merupakan hal yang harus dikaji ulang.
Keseimbangan antara karier dan keluarga adalah perjalanan yang unik bagi setiap perempuan, dan tidak ada solusi tunggal yang cocok untuk semua orang.
Dengan prioritas yang jelas, dukungan yang memadai, dan fleksibilitas, perempuan dapat mencapai keseimbangan yang realistis dan meraih kesuksesan dalam karier dan keluarga.
(Mauri Pertiwi)