Trending
Damkar Dipanggil, Polisi Ditinggal: Mengapa Publik Lebih Percaya Damkar?
Dalam berbagai situasi darurat, masyarakat Indonesia menunjukkan kecenderungan yang menarik, di mana mereka lebih memilih menghubungi pemadam kebakaran (Damkar) dibandingkan polisi.
Vania Rossa
Dewiku.com - Dalam berbagai situasi darurat, masyarakat Indonesia menunjukkan kecenderungan yang menarik, di mana mereka lebih memilih menghubungi pemadam kebakaran (Damkar) dibandingkan polisi.
Fenomena ini tidak hanya berkaitan dengan tugas utama Damkar dalam menangani kebakaran, tetapi juga mencerminkan dinamika yang lebih kompleks dalam hubungan antara masyarakat dan institusi pelayanan publik.
Baca Juga
Tantangan dan Realitas Jurnalis Perempuan di Indonesia: Menyingkap Kesenjangan di Ruang Redaksi
Memahami dan Merawat Inner Child: Kunci untuk Menyembuhkan Luka yang Tak Terlihat
Working Holiday Visa Australia: Tiket Emas untuk Kerja dan Hidup di Luar Negeri
Mom Guilt, Beban Emosional Ibu Bekerja yang Sering Tak Terlihat
Film 1 Kakak 7 Ponakan: Realita Peran Ganda dalam Keluarga
Galau Sebelum Menikah: Antara Budget Pas-Pasan dan Ekspektasi Orang Tua yang Ketinggian
Nadia, seorang mahasiswa yang sedang menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN), membagikan pengalamannya yang menggambarkan fenomena ini. Saat ponsel temannya terjatuh ke celah sempit di antara dua tembok rumah, mereka memutuskan untuk meminta bantuan Damkar.
"Kami lebih pilih telepon Damkar karena sering lihat di Twitter, TikTok, dan berita kalau mereka benar-benar mau bantu, bahkan untuk hal-hal yang mungkin sepele atau konyol," ujar Nadia.
Keputusan untuk tidak menghubungi polisi didasari pada persepsi bahwa kasus seperti ini bukan ranah kepolisian.
"Walaupun katanya polisi mengayomi masyarakat, tapi kejadian yang berlabel kriminal saja sering diabaikan, apalagi yang seperti ini. Damkar juga pelayannya ramah dan responsif. Mereka langsung minta video posisi HP dan sekitarnya," kata Nadia.
Prof. Ricky Richardi, seorang pengamat sosial, memberikan perspektif yang lebih mendalam tentang fenomena ini. Menurutnya, perbedaan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kedua institusi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Polisi memiliki interaksi yang lebih intens dengan masyarakat dibandingkan Damkar. Interaksi ini mencakup berbagai situasi seperti penertiban lalu lintas, pengurusan dokumen (SIM, STNK), pengamanan acara dan keramaian, serta penanganan kasus kriminal.
“Pengalaman masyarakat dalam berinteraksi dengan polisi cenderung bervariasi dan tidak selalu positif. Beberapa hal yang mempengaruhi persepsi ini termasuk pengalaman tilang dan razia, proses pengurusan dokumen yang rumit, serta adanya oknum yang bertindak kurang profesional,” kata Prof. Ricky.
Di sisi lain, Damkar hadir di tengah masyarakat dengan peran yang lebih terfokus sebagai penyelamat dan pemberi solusi. Mereka menangani berbagai situasi darurat seperti kebakaran dan banjir, penyelamatan dalam situasi kritis, serta bantuan teknis untuk masalah sehari-hari.
“Kepercayaan masyarakat terhadap Damkar yang lebih tinggi dibandingkan polisi mencerminkan kompleksitas hubungan antara institusi pelayanan publik dan masyarakat,” tambah Prof. Ricky.
Hal ini tidak hanya dipengaruhi oleh kinerja aktual kedua institusi, tetapi juga oleh persepsi, pengalaman, dan ekspektasi masyarakat.
Prof. Ricky menjelaskan bahwa fenomena ini menunjukkan kepercayaan publik tidak hanya dibangun dari tugas utama sebuah institusi, tetapi juga dari bagaimana mereka merespons dan melayani masyarakat dalam berbagai situasi.
Damkar, dengan fokusnya pada penyelamatan dan bantuan darurat, berhasil membangun citra positif yang konsisten, sementara polisi menghadapi tantangan yang lebih kompleks dalam membangun dan mempertahankan kepercayaan masyarakat.
(Nurul Lutfia)