Trending

Tagar #KaburAjaDulu, Ketika Anak Muda Angkat Tangan pada Realita

Fenomena tagar #KaburAjaDulu sebagai merupakan bentuk protes masyarakat akan kondisi indonesia saat ini.

Vania Rossa

Ilustrasi fenomena #kaburajadulu. (Pixabay/StockSnap)
Ilustrasi fenomena #kaburajadulu. (Pixabay/StockSnap)

Dewiku.com - Belakangan ini, tagar #KaburAjaDulu ramai diperbincangkan di media sosial, khususnya di platform X (Twitter). Tagar ini menjadi tempat bagi netizen Indonesia yang mengungkapkan keinginan untuk pindah ke luar negeri. Alasan yang diutarakan pun beragam, mulai dari kesulitan ekonomi, ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah, hingga harapan akan kehidupan yang lebih baik di negeri orang. 

Menurut Drone Emprit, tagar ini pertama kali muncul di X (Twitter) pada September 2023. Namun, baru benar-benar viral pada 14 Januari 2025. Mayoritas penggunanya adalah anak muda berusia 19–29 tahun, mencapai 50,81 persen dari total percakapan.

Tagar #KaburAjaDulu Sebagai Bentuk Protes 

Dosen Sosiologi Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta Fika Adelia, melihat fenomena tagar #KaburAjaDulu sebagai merupakan bentuk protes masyarakat akan kondisi indonesia saat ini. 

“Fenomena ini mencerminkan rasa frustrasi masyarakat, terutama anak muda, terhadap situasi ekonomi dan sosial di Indonesia,” ujar Fika pada Dewiku (11/2). 

Ia menambahkan bahwa banyak dari mereka merasa bahwa kesempatan untuk berkembang semakin sulit didapatkan di dalam negeri, baik dalam hal pekerjaan, pendidikan, maupun kesejahteraan.

Kenaikan harga kebutuhan pokok, sulitnya mendapatkan pekerjaan dengan gaji layak, serta minimnya peluang untuk meningkatkan taraf hidup menjadi pemicu utama yang membuat banyak orang merasa tidak memiliki masa depan yang jelas di Indonesia.

"Ketika anak muda merasa bahwa kerja keras mereka di Indonesia tidak selalu berbanding lurus dengan hasil yang didapatkan, maka wajar jika mereka mencari alternatif di tempat lain," jelas Fika.

Ia juga menambahkan bahwa faktor ketidakstabilan politik dan kebijakan yang berubah-ubah turut memicu keresahan. 

"Banyak anak muda yang merasa bahwa suara mereka tidak terlalu didengar dalam proses pengambilan keputusan. Ditambah lagi dengan berbagai isu sosial, mulai dari kebebasan berekspresi hingga ketidakpastian hukum, ini semakin memperkuat keinginan mereka untuk mencari kehidupan yang lebih stabil di luar negeri."

Apabila Tidak ada Langkah Konkret dari Pemerintah 

Menurutnya, jika fenomena ini terus berkembang tanpa adanya respons dari pemerintah, maka Indonesia bisa kehilangan banyak talenta muda berbakat. 

Fenomena ini dalam dunia sosiologi dikenal sebagai brain drain, yaitu ketika individu dengan keterampilan dan pendidikan tinggi memilih meninggalkan negaranya demi mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri.

"Yang terjadi sekarang adalah yang punya kesempatan dan akses lebih baik akan semakin maju, sementara yang tertinggal di dalam negeri harus berjuang dengan peluang yang lebih sempit. Ketimpangan ini bisa menjadi bom waktu jika tidak segera diatasi," tambahnya.

Namun, Fika menegaskan bahwa keputusan untuk "kabur" tidak selalu berarti menyerah. Sebagian dari mereka yang memilih untuk bekerja atau belajar di luar negeri justru memiliki harapan untuk kembali dan membawa perubahan bagi Indonesia. 

"Tidak semua yang pergi itu ingin meninggalkan Indonesia selamanya. Ada juga yang berharap bisa mendapatkan pengalaman dan ilmu di luar negeri untuk kemudian diaplikasikan di tanah air. Ini yang seharusnya diperhatikan oleh pemerintah, bagaimana menciptakan ekosistem yang mendorong mereka untuk kembali dan berkontribusi." ungkapnya. 

Pada akhirnya, apakah #KaburAjaDulu adalah solusi atau bentuk eskapisme, jawabannya tergantung pada bagaimana Indonesia merespons fenomena ini. 

Jika pemerintah tidak menunjukkan langkah konkret, keinginan untuk "kabur" mungkin bukan lagi sekadar wacana, tetapi bisa menjadi realitas yang semakin banyak ditempuh oleh generasi muda Indonesia.

(Humaira Ratu)

Berita Terkait

Berita Terkini