Trending
Terancam Naik, UKT Perguruan Tinggi Makin Berat di Kantong Mahasiswa
Ketika perguruan tinggi berusaha untuk menutupi dana yang dipotong tadi, paling rasional yaitu UKT yang berisiko untuk naik.
Vania Rossa

Dewiku.com - Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, menyampaikan potensi kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) perguruan tinggi dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, Rabu (12/2/2025).
Dilansir dari Suara.com, potensi kenaikan UKT ini muncul setelah program Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) mengalami pemangkasan anggaran dari pagu awal Rp6,018 triliun menjadi Rp3 triliun.
Baca Juga
Pencitraan Semu: Awas Fake Hero dalam Lingkaran Kekuasaan
Lebih dari Sekadar Mager: Kenali Clinomania, Ketika Rebahan Menjadi Candu yang Mengkhawatirkan
Anti Miskom dengan Pasangan: Ini Tips Berkomunikasi Berdasarkan Tipe Kepribadian MBTI
Laki-Laki dengan Provider Mindset: Jaminan Kebahagiaan atau Sekadar Fantasi?
Terjebak di Zona Nyaman? Learn to Unlearn Jadi Kunci Selamat di Era Digital
Gangguan Sensorik Ternyata Bikin Anak Sulit Beradaptasi Hingga Rentan Di-Bully
"Karena kalau BOPTN ini dipotong separuh, maka ada kemungkinan perguruan tinggi harus menaikkan uang kuliah," ungkap Satryo dalam rapat tersebut.
Tak hanya BOPTN, bantuan untuk perguruan tinggi swasta juga dipangkas 50 persen dari anggaran semula Rp365,3 miliar. Program Bantuan Pendanaan Perguruan Tinggi Badan Hukum dengan pagu awal Rp2,37 triliun juga mengalami pemangkasan sebesar 50 persen.
Satryo mengaku telah berusaha untuk meminimalisir dampak pemangkasan tersebut.
"Ini kami mencoba untuk mengurangi potongan tersebut sehingga kami usulkan efisiensi yang dilakukan semula Rp1,185 triliun menjadi Rp711,081 miliar, 30 persen dari 50 persen yang semula," jelasnya.
Perguruan Tinggi Terancam Naikkan UKT
Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia, Eduart Wolok, membenarkan kemungkinan naiknya UKT jika biaya operasional dari Kemendikti Saintek dipangkas.
"Ketika perguruan tinggi berusaha untuk menutupi dana yang dipotong tadi, paling rasional yaitu UKT yang berisiko untuk naik memang. Kenapa UKT? Karena memang tidak semua perguruan tinggi mempunyai kapasitas untuk mengoptimalkan pendanaan di luar UKT," kata Eduart.
Menurutnya, belum banyak PTN yang mampu mendapatkan pendapatan tambahan di luar bantuan kementerian. Hanya perguruan tinggi yang relatif maju dan memiliki kerja sama dengan industri yang bisa mendapatkan pendapatan tambahan.
"Jadi ketika dilakukan pemotongan pasti akan sangat terasa imbasnya buat PTN," tambahnya.
Dampak Kenaikan UKT bagi Masa Depan Pendidikan
Pendiri Social Movement Institute (SMI), Eko Prasetyo, menyatakan keberatannya terhadap rencana kenaikan UKT. Menurutnya, hal tersebut akan semakin mempersempit partisipasi anak muda untuk menempuh pendidikan tinggi.
"Mestinya negara tidak memotong subsidi untuk pendidikan," tegasnya.
Eko menambahkan, kenaikan biaya pendidikan di tengah situasi ekonomi yang berat akan membuat anak muda kehilangan kesempatan untuk kuliah. Situasi ini diprediksi akan membuat kemunduran kualitas sumber daya manusia.
"Tentu kampus akan melakukan penghematan, salah satunya adalah menunda proyek infrastruktur kampus serta yang paling bahaya adalah menurunnya kualitas pembelajaran. Karena dengan pemotongan anggaran maka dana riset hingga beasiswa juga menurun," jelasnya.
Solusi Alternatif Pendanaan Kampus
Beberapa solusi ditawarkan untuk mengatasi permasalahan pendanaan kampus. Eko menyarankan agar kampus mencari kerja sama dengan lembaga terkait, seperti perusahaan dalam penemuan teknologi atau penelitian.
"Dana publik bisa menjadi sumber pendanaan sebagaimana kampus-kampus luar. Negara, misalnya, mewajibkan CSR BUMN atau perusahaan untuk kampus di sekitarnya. Pokoknya tidak membebani mahasiswa," ujarnya.
Pendidikan Sebagai Hak Dasar
Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Satria Unggul Wicaksana Prakasa, secara tegas menolak rencana kenaikan UKT. Ia berpegang pada nilai konstitusional bahwa pendidikan adalah hak dasar yang dijamin UUD dengan alokasi anggaran minimal 20 persen dalam APBN.
"Ini yang sebenarnya siapa pun rezim pemerintahnya, dia sebenarnya harus patuh. Hak atas pendidikan itu adalah bagian dari peta jalan negara kita untuk maju ke depan," kata Satria kepada Dewiku.com.
Menurut Satria, pemangkasan anggaran Kemendikti Saintek membuktikan bahwa pemerintah tidak lagi menempatkan pendidikan sebagai prioritas.
"Kebutuhan prioritas itu MBG (Makan Bergizi Gratis), lalu kalau tidak salah, pengelolaan sumber daya alam dan lain sebagainya. Kebutuhan pendukung itu pendidikan dan kesehatan," ujarnya.
Kritik Terhadap Kampus Kelola Tambang
Terhadap wacana kampus mengelola tambang untuk mengisi kekurangan anggaran, Satria menegaskan bahwa kampus didesain untuk menjalankan tridharma perguruan tinggi, bukan untuk berbisnis tambang.
"Sehingga secara business process memang nggak cocok untuk mengelola tambang," tegasnya.
Menurutnya, pengelolaan tambang memiliki risiko tinggi secara ekologi, sosial, dan finansial sehingga bukan solusi bagi pendidikan tinggi.
"Menurut kami di KIKA, itu jelas. (Kampus kelola tambang) bukan solusi perbaikan pendidikan tinggi kita," pungkas Satria.
Eko Prasetyo juga mengkhawatirkan dalih pemangkasan anggaran dan rencana kenaikan UKT membuat kampus berhubungan dengan oligarki tambang.
"Tapi kita tahu ini malah bisa membebani kampus dalam menyiapkan kuliah hari ini. Tambang bisa menjadi bahaya bagi kampus," tutupnya.
(Nurul Lutfia)