Trending

Fenomena Sadfishing, Tren Pamer Air Mata di Media Sosial

Siapa yang suka posting saat lagi menangis di media sosial?

Vania Rossa

Ilustrasi pamer air mata di media sosial. (Freepik)
Ilustrasi pamer air mata di media sosial. (Freepik)

Dewiku.com - Saat ini, kita bisa mengetahui kabar orang lain melalui media sosial, karena banyak orang menggunakan platform ini untuk membagikan kegiatan sehari-hari, baik dalam bentuk foto maupun video dengan caption yang menarik.

Namun, tidak hanya aktivitas positif yang diunggah, banyak juga yang membagikan masalah pribadi dan perasaan mereka, sehingga menarik perhatian banyak orang.

Kamu mungkin pernah melihat seseorang memposting foto atau video dirinya sedang menangis karena putus cinta, bertengkar dengan keluarga, atau mengalami tekanan hidup lainnya.

Ternyata, ada istilah yang menggambarkan tindakan mengumbar kesedihan di media sosial, yaitu sadfishing.

Apa Itu Sadfishing?

Menurut Journal of American College Health, sadfishing merujuk pada pengguna media sosial yang melebih-lebihkan keadaan emosional mereka secara online untuk mendapatkan perhatian dan simpati.

Unggahan yang menunjukkan kesedihan ini bisa berbentuk foto atau video seseorang menangis, caption bernada putus asa, atau kutipan yang mencerminkan kondisi emosional yang sulit.

Salah satu contoh nyata dari fenomena sadfishing terjadi pada L, anak dari seorang artis kontroversial. Ia sempat menghebohkan media sosial setelah mengunggah video dirinya menangis di Instagram dan melakukan siaran langsung (live streaming) dalam keadaan emosional.

Dalam video tersebut, L tampak menangis tersedu-sedu tanpa menjelaskan secara detail apa yang terjadi. Unggahannya ini dengan cepat menarik perhatian netizen, memicu berbagai reaksi, mulai dari simpati hingga kritik tajam.

Banyak yang merasa iba dengan keadaannya, sementara yang lain menuduhnya hanya mencari perhatian atau bahkan mendramatisir keadaan.

Kasus L menunjukkan bagaimana ekspresi emosional di media sosial bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, ia mendapatkan dukungan dari pengikutnya, tetapi di sisi lain, ia juga menjadi sasaran cibiran dan spekulasi.

Beberapa netizen bahkan mempertanyakan motivasinya, menganggap bahwa unggahan tersebut hanya untuk menarik simpati publik.

Dampak Negatif Sadfishing

Menurut Psychology Today, media sosial bersifat permanen dan mudah ditemukan, sehingga tidak ada yang benar-benar bersifat pribadi.

Jika terlalu sering mengungkapkan kesedihan secara berlebihan, hal itu bisa melekat pada identitas digital seseorang dan dapat diakses oleh siapa saja, termasuk keluarga, universitas, atau bahkan perekrut kerja di masa depan.

Mengekspresikan perasaan di ruang publik juga berisiko dianggap melakukan sadfishing, yang bisa terasa menyakitkan, terutama jika seseorang memang benar-benar sedang mengalami kesedihan.

Meskipun perhatian dari orang asing di media sosial bisa terasa menyenangkan, kita tidak pernah tahu siapa yang sebenarnya menanggapi. Banyak yang suka memberi nasihat, tetapi sedikit yang benar-benar berpengalaman atau memiliki kualifikasi untuk membantu.

Remaja juga perlu memahami bahwa terus-menerus mengunggah kesedihan dapat menunjukkan kerentanan, membuat mereka menjadi target bagi orang-orang yang justru memperburuk keadaan atau bahkan menikmati penderitaan orang lain.

Selain itu, ruang obrolan daring bukanlah tempat yang aman untuk melampiaskan kesedihan karena dapat meningkatkan risiko menjadi korban predator seksual.

Pada akhirnya, sadfishing adalah fenomena yang kompleks dan tidak selalu mudah untuk diidentifikasi. Namun, penting untuk diingat bahwa setiap orang memiliki hak untuk mencari perhatian dan dukungan, namun tidak dengan cara yang manipulatif atau merugikan orang lain. Mari bijak dalam menggunakan media sosial dan lebih peduli terhadap kesehatan mental diri sendiri dan orang lain.

(Nurul Lutfia)

Berita Terkait

Berita Terkini