Trending
Tren Kabur Aja Dulu: Antara Impian dan Realita, Sejauh Mana Keseriusannya?
Kabur aja dulu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada banyak realita yang harus dihadapi. Lalu, sejauh mana keseriusan di balik keinginan tersebut?
Vania Rossa

Dewiku.com - Tagar #kaburajadulu yang belakangan viral di media sosial, seolah menjadi simbol dari keinginan nyata masyarakat Indonesia untuk meninggalkan tanah air dan mencari kehidupan yang lebih baik di negeri orang. Namun, di balik euforia tren ini, muncul pertanyaan: sejauh mana keseriusan di balik keinginan tersebut?
Tidak dapat dipungkiri, impian untuk hidup di luar negeri memang menggoda. Banyak faktor yang melatarbelakangi keinginan ini, antara lain peluang karier yang lebih baik, kualitas hidup yang lebih tinggi, pengalaman internasional, dan yang terutama adalah kekecewaan terhadap kondisi dalam negeri.
Baca Juga
Eldest Daughter Syndrome: Dampak Psikologis Menjadi Anak Perempuan Pertama
Mental Load: Beban Tak Terlihat di Balik Peran Perempuan
Kesadaran Tinggi, Akses Terbatas: Tantangan Perawatan Kulit di Indonesia
Girls Support Girls: Ini Alasan Mengapa Perempuan Harus Saling Mendukung
8 Program Kerja di Luar Negeri Buat Orang Indonesia yang Mau #KaburAjaDulu
Medsos Mulu Bikin Gen Z Alami Brain Rot?
Namun, kabur aja dulu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada banyak realita yang harus dihadapi, antara lain biaya hidup yang jauh lebih tinggi daripada di Indonesia, persaingan kerja yang lebih ketat, adaptasi budaya, serta pentingnya persiapan yang matang baik dari segi finansial, administrasi, maupun mental.
Sejauh Mana Keseriusannya?
Untuk mengetahui apakah ini sekadar tren sesaat atau rencana konkret, YouGov Indonesia melakukan survei mendalam. Hasilnya mengungkap niat migrasi yang cukup signifikan, terutama di kalangan generasi muda.
Edward Hutasoit General Manager YouGov Indonesia, menyatakan "Sebagai perusahaan riset konsumen, YouGov ingin memahami apakah ‘Kabur Aja Dulu’ sekedar tren atau indikasi niat untuk pindah ke luar negeri. Dalam dunia konsumen, ada tren yang hanya menjadi topik hangat, tapi ada juga yang benar-benar mendorong orang untuk bertindak, seperti melakukan pembelian. Kami melihat pola serupa dalam tren migrasi—bagi sebagian orang, ini mungkin hanya sekadar wacana, tapi bagi yang lain, bisa jadi ini adalah langkah nyata yang sedang dipertimbangkan."
Data terbaru dari survei YouGov Indonesia yang dilakukan pada 24-27 Februari 2025, menemukan bahwa 41% Gen Z mempertimbangkan kemungkinan pindah ke luar negeri dalam beberapa tahun ke depan. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 31% Millennial, 26% Gen X, dan 12% Baby Boomers.
Selain faktor generasi, status pernikahan dan latar belakang profesional juga berpengaruh terhadap niat untuk pindah. Secara keseluruhan, mereka yang belum menikah lebih terbuka terhadap kemungkinan pindah ke luar negeri (42%), sementara mereka yang sudah menikah cenderung memilih untuk tetap di Indonesia (49%).
“Menariknya, jika sebelumnya pindah ke luar negeri untuk studi sudah menjadi hal yang umum, kini usia produktif Indonesia juga mulai mempertimbangkan untuk pindah demi memulai bisnis atau berkarier di luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan untuk bermigrasi bukan hanya didorong oleh pendidikan, tetapi juga faktor ekonomi dan peluang usaha yang lebih luas," lanjut Edward.
Hasil survei ini juga menemukan bahwa 29% individu yang ingin pindah ke luar negeri melakukannya dengan tujuan memulai bisnis sendiri. Kelompok ini didominasi oleh profesional tingkat tinggi dan individu dari kelas sosial-ekonomi atas (Upper I class), dengan negara tujuan utama untuk memulai usaha adalah Jepang (51%), Australia (27%), dan Swiss (18%).
Dalam konteks motivasi, sebagian besar mahasiswa dan akademisi melihat ini sebagai kesempatan untuk melanjutkan studi (52%), sementara profesional muda mempertimbangkan peluang bisnis dan karir global (39%).
Di sisi lain, tidak semua generasi memiliki pandangan yang sama terhadap masa depan Indonesia. Gen X tercatat sebagai kelompok yang paling optimis, dengan 40% merasa yakin akan arah perkembangan negara. Sebaliknya, Gen Z memiliki tingkat pesimisme tertinggi, dengan 37% merasa kurang yakin terhadap masa depan Indonesia.
Perbedaan ini mencerminkan bagaimana pengalaman hidup dan tahapan karir dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap peluang di dalam negeri maupun di luar negeri.
Namun, tidak semua individu melihat luar negeri sebagai pilihan utama. Di antara mereka yang memilih untuk tetap di Indonesia, banyak yang merespons perubahan dengan strategi seperti meningkatkan karier lokal (41%), mempertimbangkan pendidikan lanjutan (16%), atau mengadopsi gaya hidup yang lebih hemat (40%).
Dari hasil survei di atas, dapat dilihat bahwa tren "kabur aja dulu" sebagian besar memang merupakan refleksi dari harapan dan kekecewaan, terutama dari generasi muda Indonesia. Namun, penting untuk diingat bahwa impian untuk hidup di luar negeri membutuhkan persiapan dan komitmen yang kuat.